Alam Indonesia memang sudah terkenal menabjukkan dan tak bisa dipungkiri oleh wisatawan domestik bahkan dunia. Salah satu keindahan alam yang indah dan unik itu salah satunya adalah sawah yang berbentuk jaring laba –laba.
Di Pulau Flores, ya salah satu pulau yang Indah. Tepatnya berlokasi di Desa Cancar, Kecamatan Ruteng, Kabupaten Manggarai wisatawan atau pengunjung akan terkagum – kagum melihat bentuk hamparan sawah yang bentuknya menyerupai jaring laba-laba. Bentuk sawah unik ini, bagi masyarakat Manggarai terkait dengan fungsi sawah yang terkait dengan pola pengelolaan lahan secara adat. Lingko, demikian sistem pembagian sawah disebut, merupakan tanah adat yang dimiliki secara komunal untuk memenuhi kebutuhan bersama masyarakat adat yang pembagiannya dilakukan oleh ketua adat.
Filosofi Lodok dan Jari Tangan
https://jeda.id/real/berwisata-ke-sawah-berbentuk-sarang-laba-laba-di-manggarai-3540 |
Marius Ardu Jelamu, Kepala Dinas Pariwisata dan Ekonomi Kreatif provinsi NTT yang berasal dari Manggarai, menyebut sistem pembagian lahan sawah oleh leluhur Manggarai dilakukan secara berpusat. Dimana titik nolnya berada di tengah-tengah lahan ulayat yang akan dibagi-bagi.
Polanya dengan menarik garis panjang dari titik tengah yang dalam bahasa Manggarai disebut lodok hingga ke bidang terluar atau cicing. Filosofinya mengikuti bentuk sarang laba-laba, dimana lodok, bagian yang kecil berada di bagian dalam (tengah) dan keluarnya makin lama semakin berbentuk lebar.
“Kewenangan untuk membagi tanah komunal ada pada Tu’a Teno (ketua adat), awal pembagiannya dilakukan melalui ritual adat Tente atau menancapkan kayu teno di titik episentrum lodok. Saat darah kambing ditumpahkan diatas kayu teno, menandakan pembagian lahan tersebut sudah sah secara adat,” jelas Marius kepada Mongabay Indonesia (19/07). Sawah bentuk lodok, jelasnya hanya satu-satunya di dunia, dan suatu keunikan budaya Manggarai yang perlu terus dijaga.
Gregorius Kabor, seorang warga Cancar menjelaskan, Tu’a Teno atau ketua adat dan Tu’a Golo atau tua kampung umumnya akan mendapatkan bagian luas sawah yang lebih besar. Konon pembagian tanah ulayat mengikuti rumus moso (jari tangan) disesuaikan dengan jumlah penerima tanah warisan dan keturunannya.
Sesuai rumus moso sebutnya, pembagian tanah diprioritaskan bagi petinggi kampung beserta keluarganya, yang lalu diikuti warga biasa dari warga suku, baru setelahnya dari warga luar suku.
“Secara adat warga luar pun bisa memiliki lahan sawah dengan memintanya kepada Tu’a Golo atau tetua kampung. Caranya dengan membawa seekor ayam jantan dan arak atau Kapu Manuk Lele Tuak dan disahkan melalui sidang dewan kampung yang di pimpin Tu’a Golo yang disahkan oleh Tu’a Teno,” ungkap Goris.
Ramai Pengunjung
Pemandangan Sawah Lodok dari Bukit Weol Fotografer : Taufik Hidayat |
Untuk melihat indahnya pemandangan sawah yang terkenal dengan sebutan Spider Rice Field ini, pengunjung harus mendaki Bukit Weol dengan menaiki sekitar 250 anak tangga. Sebelumnya harus membayar tiket masuk sebesar Rp 10 ribu.
Persawahan yang ukurannya sekitar 100 hektar terhampar cantik nan hijau bak permadani. Di sekelilingi oleh hijaunya perbukitan dan pegunungan di sekitarnya. Membuat pemandangan menjadi semakin indah dan sejuk, sungguh sedap dipandang mata.
0 komentar:
Posting Komentar